Welcome to My Blog. Enjoy Here guys.

Sabtu, 09 Juni 2012

Transportasi Itu, Akhir Nyawa Keluargaku


Transportasi Itu, Akhir Nyawa Keluargaku
Oleh : Rima Aryatin

Bangun pagi sudah merupakan rutinitas cewek yang biasa di panggil Rima ini. namun kali ini, bangun pagi tersebut berasa berbeda dari biasa karena pagi ini dia akan berangkat ke rumah budenya di daerah Jawa Timur. Dia akan berangkat menggunakan pesawat terbang pada pukul 9 pagi.
Kerisauan kembali saat dia tau bahwa keberangkatan kali ini akan menggunakan transportasi tersebut. Sebab dua tahun yang lalu transportasi tersebut telah merenggut nyawa mamanya. Trauma dan kesedihan seperti terputar kembali di ingatannya. Rasa mau menolak itu ada, namun dia tidak bisa mengubah rencana bapanya tersebut.
“pa kita yakin mau naik pesawat. Aku takut pa, aku takut,” Katanya.
“iya kita akan naik pesawat, kamu jangan takut. Bapak yakin kita akan selamat. Kamu jangan sedih ya,” bapanya menenangkan.
Dengan perasaan sedih rima berkata,“tapi rima takut, dia itu yang telah mengambil nyawa mama ku paaa . .,” Rima berteriak.
Setelah berdebat cukup panjang, akhirnya Rima menyerah saja pada keadaan bahwa hari ini Rima harus kembali menaiki transportasi itu. Semoga saja kejadian 2 tahun lalu tidak terulang lagi. Amin.
***
Ketika matahari sudah tidak menampakkan kilauannya, pada saat itu Rima baru saja tiba di rumah budenya. Ya syukurlah, semua yang Rima risaukan sebelum berangkat tidak menjadi kenyataan. Liburan ini adalah liburan Rima pertama kalinya setelah kematian mamanya. Itulah yang membuat liburan kali ini terasa sangat berbeda. Selain karena saat ini kehadiran sosok perempuan yang ia sayang tidak hadir menemaninya, saat ini Rima juga sudah cukup besar untuk lebih mengerti akan sebuah pertemuan kepada keluarga.
Pertemuan dengan keluarga - keluarganya membuat Rima melupakan sejenak rutinitasnya. Ia manfaatkan kesempatan ini dengan sebaik mungkin. Karena waktu yang dimilikinya tidak banyak. Ia telah di kejar oleh waktu masuk sekolah.
                                                                        ***
Tibalah saatnya Rima harus pulang. Suasana dingin dengan panorama pedesaan masih menggeliat indah di matanya. Namun waktu harus memisahkannya pada keindahan suasana desa yang asri ini. Ya bentar lagi Rima harus kembali ke tempat tinggalnya, ke sebuah kota yang masih masuk dalam provinsi Kalimantan Timur.
“Cepat rim siap siap.” kata bapanya. “Iya pa bentar. Ini juga lagi beres beres”. Rima memang harus berangkat cepat. Kira kira jam 12 malam Rima berangkat dari rumah budenya. Pesawat yang akan mengantarkannya akan berangkat pukul 06:00 sementara lokasi rumah budenya dan bandara terbilang cukup jauh. Jadi supaya tidak ketinggalan, Rima harus berangkat lebih cepat.
Setelah pamitan kepada tetangga, dan keluarga keluarganya, Rima pun masuk kedalam mobil. Sedih yang ia rasa karena kerinduan pada keluarganya belum terbayar semua. Namun Rima berharap semoga suatu saat nanti ia masih diijinkan untuk kembali ke tempat ini.
Hanya pakde dan bude Rima yang ikut mengantarkan sampai ke bandara. Karena perjalanan ini di malam hari, jadi Rima memutuskan untuk tidur selama perjalanan tersebut. Keluarganya pun tidur semua kecuali sopir yang mengantar Rima ke bandara.
                                                               ***
Azan subuh telah terdengar ketika Rima telah memasuki kawasan bandara. Suasana pagi yang sangat dingin saat itu membuatnya lapar. Akhirnya Rima memutuskan untuk makan sejenak dan setelah itu solat subuh sebelum check in dan masuk ke ruang tunggu. Bandara saat itu sangat ramai, karena mulai jam 6 itu akan banyak keberangkatan salah satunya keberangkatannya.
“Ayo kita masuk,” kata bapanya. Rima pun mengikuti langkah orang tuanya sambil membawa barang bawaan. Setelah memasukkan barang Rima dan bapanya pun keluar sebentar untuk pamitan ke pakde dan budenya.
“Pamit dulu ya bude,” sambil mencium tangan bude dan pakde.
 “Iya hati hati dijalan semoga sampai tujuan,”
Tangis haru terpancar dari wajah mereka semua. Namun Rima harus segera pulang.
“sampai ketemu lain waktu bude. Dadahh,” Kata Rima.
Rima pun masuk kembali ke dalam airport dan langsung menuju ke lantai 2 karena ruang tunggunya berada diatas. Sambil menunggu keberangkatan Rima memperhatikan pesawat yang mondar mandir dengan berbagai tujuan ntah kemana. Sempat terbayangkan olehnya, di satu bandara ini saja penerbangan begitu ruet ia lihat, bearti bandara di tempat tempat lain juga begini kondisinya. Dan Rima tidak pernah membayangkan jika pesawat pesawat ini mengalami kemacetan di atas. “Sunggung aneh pikiran ku,” Katanya.
Setelah menunggu akhirnya pesawat keberangkatan dengan tujuan Tarakan pun akan segera take off. Rima pun siap siap dan segera pergi ke pesawat melalui semacam jembatan penyebrangan. “Ternyata orang dengan tujuan Balikpapan masih banyak juga, padahal liburan sudah habis,” gumamnya dalam hati.
“silahkan mba. Selamat menikmati perjalanan,” kata salah seorang pramugari cantik.
Setelah memasukin barang di box atas, lalu Rima duduk di sebuah kursi yang telah di tentukan. Yah kali ini Rima mendapatkan tempat yang kurang begitu nyaman, yaitu disebelah 2 orang bapak bapak. Setelah memasang sabuk pengaman, dan pramugari telah mengecek semua safety penumpang akhirnya pesawat mundur untuk segera take off.
“bismillah,” katanya dalam hati.
Seperti biasa pramugari dengan lincahnya memperagakan cara mengamankan diri jika terjadi kecelakaan di atas. Aku hanya diam mendengar sambil memperhatikan sekeliling dari jendela pesawat.
Pesawat telah keluar dari tempat semula cukup jauh dan telah berada pada posisi take off. Tiba tiba pesawat yang kami tumpangin mundur kembali ke posisi semula. Semua penumpang bingung termasuk Rima.
            “pa, ini kenapa pesawatnya mundur kembali,” Tanyanya.
“Nda tau. Tunggu aja sebentar,” kata bapanya memberi tahu.
Tidak lama kemudian pengeras suara pesawat berbunyi. “para penumpang yang kami hormati, pesawat mengalami kesalahan teknis, jadi dimohon untuk menunggu kira kira sekitar  5 menit agar pesawat dapat berjalan kembali,” kata salah seorang pramugari menjelaskan.
“kenapa ni pesawatnya pa ? rusak kah ya ??,” katanya bertanya lagi.
“nda tau mungkin iya,” jawab bapanya.
Rima dan orang orang yang berada di pesawat menunggu sesuai dengan anjuran pramugari. Namun udara di dalam sangat panas, karena ac pesawat sedang mati sehingga baik orang dewasa maupun anak kecil merasa gelisah dengan keadaan itu.
Sambil menunggu, perasaannya mulai tidak enak. Rima mulai mengingat kembali peristiwa 2 tahun lalu itu. Peristiwa yang menyebabkan pesawat jatuh ke tengah hutan dan merenggut nyawa mamanya. Bekas luka yang masih tersimpan yang membuatnya tidak bisa melupakan kejadian tragis tersebut. Keringat dinginnya mulai keluar tidak menentu. Bapanya yang melihat perubahan raut wajahnya itu seperti mengerti apa yang Rima rasakan, namun bapanya menyuruh Rima untuk tenang. Dan meyakinkan kepadanya bahwa ini hanya kerusakan kecil.
Setelah menunggu ternyata waktu yang diperkirakan lebih dari itu. Para penumpang  telah menunggu sekitar 10 menit lebih. “ini kok lama amat sih pa. Katanya 10 menit,” Tanya Rima kembali. “Tunggu bentar, mungkin masih di perbaiki,” kata bapanya menjawab.
Udara di dalam pesawat tambah panas. Dan anak anak bayi yang akan mengikuti penerbangan tersebut mulai menangis kepanasan. Sehingga menambah pengap suasana.
Beberapa menit kemudian pramugari datang untuk memberikan info selanjutnya “dimohon untuk kepada para penumpang yang terhormat, menunggu kira kira 10 menit lagi karena blablabla” Rima tidak mempedulikan lagi suara itu, karena pikirannya sudah mumet menyatu dengan udara panas di dalam pesawat yang dia naiki itu. Menunggu dan terus menunggu namun tidak ada tanda tanda bahwa pesawat akan segera berangkat. Akhirnya Rima hanya bisa terduduk dengan lesu di kursi pesawat itu.
Tidak lama kemudian salah satu awak pesawat datang dan memberi informasi selanjutnya “penumpang yang kami hormati karena pesawat sedang bermasalah, jadi kami dari maskapai penerbangan memohon maaf dan mempersilahkan dengan hormat untuk menunggu di ruang tunggu. Terima kasih”. Dalam hatinya Rima berkata “apaaaa ??? sudah keringatan, kepanasan dan menunggu sejak lama, kenapa baru sekarang di suruh kembali.”  Akhirnya Rima dan bapaknya serta penumpang penumpang lainnya kembali turun dari pesawat dan menunggu di ruang tunggu bandara.
Penerbangan yang harusnya sudah pergi dari jam 7 tadi pagi harus tertunda sampai pukul 9. Rima kembali termenung memperhatikan pesawat yang lalu lalang beterbangan dan nda tau kemana arah dan tujuannya. Sambil berpikir, kapan waktu ku terbang karena sekarang sudah menunjukkan pukul 10 pagi.
“kok nda pergi pergi sih pa,” Tanya rima lagi.
bapaknya menjawab dengan acuhnya “nda tau nih”.
Hingga pada akhirnya sirine *mcm ambulan. Maksutnya pengeras suara di bandara berdenting lagi. “penerbangan dengan nomor (lupa) tujuan tarakan segera memasuki pesawat” . “akhirnya,” kata rima.
Rima pun segera menenteng bawaannya dan segera masuk ke pesawat. Disini lah rasa deg degan itu muncul . Pikirannya mulai bertanya tanya. Apakah ini pesawat  yang tadi rusak ? kalau iya, bearti akan membahayakan penumpangnya dong. Rima pun mulai merasa ketakutan, namun mencoba untuk menyembunyikan dari bapanya karena tidak mau membuat bapanya cemas.
Di dalam pesawat Rima kembali melakukan ritual - ritual seperti tadi. Memasukkan barang di box, duduk di kursi semula dan memasang kembali safety belt. Setelah semua siap Rima kembali duduk dengan gelisah di kursi pesawat itu sambil melirik lirik ke orang orang yang ada di sekitar nya. Muka mereka seperti mengatakan sesuatu bahwa mereka lelah karena sampai saat ini belum terbang juga.
Setelah semua siap pramugari kembali menerangkan cara menyelamatkan diri saat dalam bahaya. Pesawat pun sudah mulai mundur dari posisi semula. Namun kenapa pesawat terasa maju kembali. Ternyata memang benar. Roda roda pesawat yang baru berputar sekian meter kembali keposisi semula. Setelah keadaan hening sejenak, ternyata pesawat mengalami masalah lagi dan dilarang untuk terbang. “aduh kenapa lagi sih nih,” tanyanya dalam hati.
Tidak lama kemudian suara suara pramugari merdu tadi kembali berdenting “penumpang yang kami hormati, pesawat dengan tujuan tarakan tidak dapat terbang untuk sementara. Jadi dipersilahkan dengan hormat untuk kembali keruang tunggu bandara”.
“whats turun lagi ?? yang benar aja”. Pinggang serasa sudah mau patah, masih juga disuruh olahraga naik turun pesawat. Lalu bapaku berkata “mending tadi nda usah naik dulu. Bikin cape aja nih”.
Perasaan Rima semakin gelisah. Dan meminta bapanya untuk membatalkan penerbangan ini. “pa, naik kapal laut aja lah yuk. Rima takut,” Kataku. “sudah lah nak, ini tidak apa - apa kok. Berdoa aja semoga kita semua selamat”.
Akhirnya semua penumpang turun termasuk Rima untuk kesekian kalinya dengan muka lesu, lunglai dan letih. Sambil berdecak kesal namun hanya terlontar dalam mulut hati mereka masing masing. Kecuali anak kecil yang duduk di belakangku yang masih muda belia dan belum mengerti akan kekacauan ini. Dia dengan langkah semangatnya berjalan riang ke ruang tunggu. “horee bisa liat pesawat lagi,” katanya riang.
Di ruang tunggu Rima kembali mulai bingung memilih tempat, karena tempat yang ia dudukin semula telah di ambil oleh orang. “duduk dimana kita ni pa,” katanya bertanya. “disitu aja lah, ada tempat kosong tu dikit. Lumayan”. Akhirnya Rima duduk di sebuah kursi bersebelahan dengan bapak bapak yang berpenampilan cukup rapi dengan kumis tipisnya.
Jarum jam bandara telah menunjukkan pukul 12 siang. Namun tanda tanda keberangkatan belum juga ada. Padahal dari tadi pesawat dengan tujuan Kalimantan sudah banyak yang pergi. “pa, kapan sih kita berangkat. Kok lama banget,” Tanyanya. “Pesawatnya masih gangguan, tunggu aja,” Jawab bapanya. “huh lamanya,” Rima mengeluh.
Keberangkatan kali ini jelas molor banget dari jadwal. Kalau tau begini, bagus berangkatnya pagi aja. Nda pakai tengah malam sudah kabur dari rumah.
Semakin siang perut Rima semakin meronta ronta minta makan, namun dari maskapai penerbangan belum menyediakan makan untuk makan siang kali ini. akhirnya salah satu dari penumpang pesawat yang tujuannya sama dengannya memperotes ke maskapai dan akhirnya berbunyilah pengeras suara di pesawat itu.
 “perhatian. Penumpang dengan tujuan Tarakan segera mengambil makan siang di sebelah meja. .. . .”. Rima segela berlari tanpa memperdulikan suara itu lagi. Segera di ambilnya makanan itu, Namun setelah di buka, yang di temui hanya mie yang sudah ngembang. Dalam hati “ woy mba, mas, perutku sudah keriting kenapa anda tega memberikan ku mie yang sudah keriting dan tidak berdaya ini,” keluhnya.
Dengan terpaksa ditelannya mie yang sudah dibagikan tadi, supaya cacing cacing diperutnya tidak mengomel lagi. Tiba tiba dikejauhan seorang penumpang kembali mengajukan protesnya lagi. “mbak ini sudah jam makan siang, kenapa masih dikasi mie. Tadi juga mie. Kenapa sekarang mie lagi,” kata penumpang itu protes. “Oh maaf pak. Bentar diusahakan kami tukar,” tukas perempuan itu dengan kelihatan agak panik. “Iya cepat ya mba,” kata penumpang itu tidak sabar.
Tidak lama kemudian petugas menyuruh para penumpang yang sudah mengambil makan siang, di mohon untuk menukarkan kembali ketempat tadi. Rima pun bersemangat mengambil makanan yang akan di berikan selanjutnya. Setelah mengambilnya Rima duduk kembali di tempat duduknya. Begitu semangat ia membuka tempat makannya dan terlihat ada nasi goreng terletak di tempat itu. Cepat cepat ia melahapnya namun sungguh menyebalkan nasi goreng itu tidak berasa sedikitpun. Hanya hambar yang terasa. Akirnya ia memutuskan untuk tidak makan.
“astagfirullah, makanan apa ini,” keluhnya lagi.
Waktu demi waktu berlalu, dan penerbangan demi penerbangan mulai pergi mendahuluinya. Mau tidur namun mata dan keadaan sekitar tidak dapat di ajak kompromi. Akhirnya yang bisa Rima lakukan hanya mondar mandir di airport tersebut.
Waktu telah menunjukkan pukul 4 sore. Sungguh sangat sangat telat dari jam yang telah ditetapkan sebelumnya. Para penumpang telah bertanya kepada pihak maskapai penerbangan namun jawabannya hanya sebentar dan sebentar lagi. Cape letih semua telah berada di tubuhnya. Perjalanan dengan pesawat yang harusnya bisa membuat santai, malah ruet seperti ini.
Hingga protes kembali diterbangkan oleh salah seorang penumpang yang sudah tidak sabar menunggu jadwal penerbangan.
“ mba kapan kami diberangkatkan. Dari pagi kami sudah menunggu nih. Kasi kepastian mba. Bisa berangka nda hari ini,” kata seorang penumpang.
“Sabar ya pak, bentar saya tanyakan lagi ke maskapai penerbangannya.”
“iya cepat. Jangan sebentar sebentar aja terus,” Kata salah seorang penumpang yang sudah tidak sabaran ini.
Akhirnya tepat pukul 6 sore kami diterbangkan dengan tujuan Balikpapan. Sungguh malang nasib penumpang saat itu. Yang harusnya terbang jam 6 pagi malah jadi terbang jam 6 sore. Yang harusnya terbang saat matahari terbit, tapi malah terbalik, sekarang terbang saat matahari mulai bersembunyi kembali di ufuk barat.
Para penumpang termasuk Rima berjalan gontai menaiki tangga pesawat. Timbullah pertanyaan di benak kami. “kok spertinya ini pesawat yang tadi”. Bapakku pun bertanya ke salah satu pramugari “mba ini pesawat yang tadi” kata bapaku. Dengan santai pramugari cantik itu menjawab,“ iya pak. Ini pesawat yang tadi. Maaf lama karena tadi masih dalam masa perbaikan”. “hah ??” (bapaku melotot) dan langsung mengucapkan beribu mantra agar selamat ketika berada di atas langit nanti.
“nah kan pa, mending dibatalin aja lah sudah. Rima nda mau kejadian itu terjadi lagi pa”. Rima mulai menangis ketika berbicara seperti itu. “bapak juga takut, tapi sudah lah. Kita ikutin aja perjalanan ini, berdoa semoga kita selamat. Amin”.
Pesawat pun mulai bergerak seperti tadi dan tidak ada tanda tanda akan mundur seperti sebelumnya. Keringat dinginnya kembali bercucuran dengan derasnya seiring dengan bergeraknya pesawat ke posisi untuk take off. Dan mulai lah dia terbang. “wusssh”. Pesawat mulai meluncur di lapangan bandara Juanda Surabaya dan melayang di atas langit nan luas itu. Rima dan bapanya yang ketakutan hanya diam sambil menunggu pendaratan tiba.
Ketika pesawat telah terbang sekitar 15 menit, tiba tiba Rima mengalami sakit di dada yang begitu nyeri.
“pa, dadaku sakit banget,” Katanya mengeluh.
“ha ?? kenapa nak,” Tanya bapanya cemas.
“nda tau pa, sakit banget,”jawab rima sambil menahan sakit.
Disitu keringat dingin Rima mulai keluar dengan derasnya. Badannya terasa dingin dan mukanya kelihatan sangat pucat. Bapanya pun meminta bantuan kepada pramugari yang ada dipesawat tersebut. Namun karena masih di atas pesawat, tidak banyak yang bisa dilakukan. Penumpang – penumpang di pesawat itu, mulai terlihat bingung. Bapak Rima yang dari tadi memangku Rima mulai gugup dan panik. 
“rima  . . rima . .  kamu kenapa,” kata bapaknya bertanya.
Di situ Rima mulai susah untuk mengeluarkan kata kata. Mulutnya terasa susah untuk dibuka. Rima hanya menangis menahan sakit yang tiba tiba menyerang tubuhnya. Di sakitnya itu Rima hanya bisa berdoa dalam hati. “Tuhan, kalau aku harus kembali saat ini, pertemukan aku dengan mamaku yang juga meninggal dalam kendaraan ini tuhan. Juga jaga bapaku tuhan. Amin”.
Setelah mengucapkan doa tersebut, Rima semakin sulit untuk bernafas, bantuan pernafasan telah diberikan namun serasa tidak mengalir ke rongga rongga pernafasannya. Perjalanan masih cukup lama, dan tidak mungkin mendarat di saat seperti ini.
Akhirnya kata kata terakhir terucap dari mulut Rima. “paahh, jaa. .gaa . dii . ri pap ..a ba. .ik .. b..a..ii..k yya.. ..aa,”. Dipenglihatan Rima yang tersisa sekian senti, ia dapat melihat bapaknya menangis. Setelah berusaha kuat untuk mengucap kata tersebut dan syahadat sebagai salam perpisahan, Rima pun menutup matanya untuk selamanya.
Air mata mengalir dari bapanya termasuk dari penumpang dan pramugari pramugari yang ada di pesawat tersebut. Bapanya tidak bisa menahan kesedihan dan berteriak berteriak tanda tidak percaya. Namun orang disekitarnya mencoba menenangkan. Karena sebentar lagi pesawat akan mendarat.
Setelah mendarat dengan baik, jenazah Rima langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk di otopsi. Bapanya yang tidak siap menerima keadaan, siup di teras bandara. Akhirnya Rima dan bapanya sama sama dilarikan ke rumah sakit.
Rima pun diperiksa untuk mencari penyebab kematiannya. Ternyata setelah diperiksa cukup lama, diketahui  bahwa Rima mengalami kelelahan yang berlebih dan ada penyumbatan di saluran pernafasannya.
*** 
Jenazah Rima digotong kepengistirahatan terakhir dengan diikuti sosok bapanya yang masih tidak percaya. “rimaaaa . . .rimaaa . .. jangan tinggalin bapakk,” kata bapanya berteriak dalam tangis. Jenazah yang terdiam kaku di dasar tanah hanya menatap kosong ke alam yang selanjutnya akan di datanginya tanpa seperti tidak memperdulikan lagi suara orang – orang yang tidak ikhlas menerima kepergiannya. Setelah dilepas dengan iringan tangis haru dan doa untuk mengantar kepergiannya, orang orang yang mengantarkan jenazah pun pulang. Bapanya yang masih bersedih bersikeras untuk tidak pulang dan terus menangis di depan kuburan Rima. Ditengah tangisnya itu suatu kalimat terluncur dari lidahnya “TUHAN CABUT NYAWAKU SEKARANG, AKU MAU MENEMANI ANAK DAN ISTRIKU,”. dia pun kembali menangis lagi. Bapanya sangat menyesal karena tidak menuruti kemauan Rima yang ingin membatalkan penerbangan saat itu.
Sejak kejadian itulah bapanya tidak pernah mau dan berjanji tidak akan pernah bepergian dengan menggunakan pesawat. Karena pesawat sudah di anggapnya sebagai malapetaka bagi keluarganya.

------- THE END -------



Tidak ada komentar:

Posting Komentar