Transportasi
Itu, Akhir Nyawa Keluargaku
Oleh
: Rima Aryatin
Bangun
pagi sudah merupakan rutinitas cewek yang biasa di panggil Rima ini. namun kali
ini, bangun pagi tersebut berasa berbeda dari biasa karena pagi ini dia akan
berangkat ke rumah budenya di daerah Jawa Timur. Dia akan berangkat menggunakan
pesawat terbang pada pukul 9 pagi.
Kerisauan
kembali saat dia tau bahwa keberangkatan kali ini akan menggunakan transportasi
tersebut. Sebab dua tahun yang lalu transportasi tersebut telah merenggut nyawa
mamanya. Trauma dan kesedihan seperti terputar kembali di ingatannya. Rasa mau
menolak itu ada, namun dia tidak bisa mengubah rencana bapanya tersebut.
“pa
kita yakin mau naik pesawat. Aku takut pa, aku takut,” Katanya.
“iya
kita akan naik pesawat, kamu jangan takut. Bapak yakin kita akan selamat. Kamu
jangan sedih ya,” bapanya menenangkan.
Dengan
perasaan sedih rima berkata,“tapi rima takut, dia itu yang telah mengambil
nyawa mama ku paaa . .,” Rima berteriak.
***
Ketika
matahari sudah tidak menampakkan kilauannya, pada saat itu Rima baru saja tiba
di rumah budenya. Ya syukurlah, semua yang Rima risaukan sebelum berangkat
tidak menjadi kenyataan. Liburan ini adalah liburan Rima pertama kalinya
setelah kematian mamanya. Itulah yang membuat liburan kali ini terasa sangat
berbeda. Selain karena saat ini kehadiran sosok perempuan yang ia sayang tidak
hadir menemaninya, saat ini Rima juga sudah cukup besar untuk lebih mengerti
akan sebuah pertemuan kepada keluarga.
Pertemuan
dengan keluarga - keluarganya membuat Rima melupakan sejenak rutinitasnya. Ia manfaatkan
kesempatan ini dengan sebaik mungkin. Karena waktu yang dimilikinya tidak
banyak. Ia telah di kejar oleh waktu masuk sekolah.
***
Tibalah
saatnya Rima harus pulang. Suasana dingin dengan panorama pedesaan masih
menggeliat indah di matanya. Namun waktu harus memisahkannya pada keindahan
suasana desa yang asri ini. Ya bentar lagi Rima harus kembali ke tempat
tinggalnya, ke sebuah kota yang masih masuk dalam provinsi Kalimantan Timur.
“Cepat
rim siap siap.” kata bapanya. “Iya pa bentar. Ini juga lagi beres beres”. Rima
memang harus berangkat cepat. Kira kira jam 12 malam Rima berangkat dari rumah
budenya. Pesawat yang akan mengantarkannya akan berangkat pukul 06:00 sementara
lokasi rumah budenya dan bandara terbilang cukup jauh. Jadi supaya tidak
ketinggalan, Rima harus berangkat lebih cepat.
Setelah
pamitan kepada tetangga, dan keluarga keluarganya, Rima pun masuk kedalam
mobil. Sedih yang ia rasa karena kerinduan pada keluarganya belum terbayar
semua. Namun Rima berharap semoga suatu saat nanti ia masih diijinkan untuk
kembali ke tempat ini.
Hanya
pakde dan bude Rima yang ikut mengantarkan sampai ke bandara. Karena perjalanan
ini di malam hari, jadi Rima memutuskan untuk tidur selama perjalanan tersebut.
Keluarganya pun tidur semua kecuali sopir yang mengantar Rima ke bandara.
***
Azan
subuh telah terdengar ketika Rima telah memasuki kawasan bandara. Suasana pagi
yang sangat dingin saat itu membuatnya lapar. Akhirnya Rima memutuskan untuk
makan sejenak dan setelah itu solat subuh sebelum check in dan masuk ke ruang
tunggu. Bandara saat itu sangat ramai, karena mulai jam 6 itu akan banyak
keberangkatan salah satunya keberangkatannya.
“Ayo
kita masuk,” kata bapanya. Rima pun mengikuti langkah orang tuanya sambil
membawa barang bawaan. Setelah memasukkan barang Rima dan bapanya pun keluar
sebentar untuk pamitan ke pakde dan budenya.
“Pamit
dulu ya bude,” sambil mencium tangan bude dan pakde.
“Iya hati hati dijalan semoga sampai tujuan,”
Tangis
haru terpancar dari wajah mereka semua. Namun Rima harus segera pulang.
“sampai
ketemu lain waktu bude. Dadahh,” Kata Rima.
Rima
pun masuk kembali ke dalam airport dan langsung menuju ke lantai 2 karena ruang
tunggunya berada diatas. Sambil menunggu keberangkatan Rima memperhatikan
pesawat yang mondar mandir dengan berbagai tujuan ntah kemana. Sempat terbayangkan
olehnya, di satu bandara ini saja penerbangan begitu ruet ia lihat, bearti
bandara di tempat tempat lain juga begini kondisinya. Dan Rima tidak pernah
membayangkan jika pesawat pesawat ini mengalami kemacetan di atas. “Sunggung aneh
pikiran ku,” Katanya.
Setelah
menunggu akhirnya pesawat keberangkatan dengan tujuan Tarakan pun akan segera
take off. Rima pun siap siap dan segera pergi ke pesawat melalui semacam
jembatan penyebrangan. “Ternyata orang dengan tujuan Balikpapan masih banyak
juga, padahal liburan sudah habis,” gumamnya dalam hati.
“silahkan
mba. Selamat menikmati perjalanan,” kata salah seorang pramugari cantik.
Setelah
memasukin barang di box atas, lalu Rima duduk di sebuah kursi yang telah di
tentukan. Yah kali ini Rima mendapatkan tempat yang kurang begitu nyaman, yaitu
disebelah 2 orang bapak bapak. Setelah memasang sabuk pengaman, dan pramugari
telah mengecek semua safety penumpang akhirnya pesawat mundur untuk segera take
off.
“bismillah,”
katanya dalam hati.
Seperti
biasa pramugari dengan lincahnya memperagakan cara mengamankan diri jika terjadi
kecelakaan di atas. Aku hanya diam mendengar sambil memperhatikan sekeliling
dari jendela pesawat.
Pesawat
telah keluar dari tempat semula cukup jauh dan telah berada pada posisi take
off. Tiba tiba pesawat yang kami tumpangin mundur kembali ke posisi semula.
Semua penumpang bingung termasuk Rima.
“pa,
ini kenapa pesawatnya mundur kembali,” Tanyanya.
“Nda
tau. Tunggu aja sebentar,” kata bapanya memberi tahu.
Tidak
lama kemudian pengeras suara pesawat berbunyi. “para penumpang yang kami
hormati, pesawat mengalami kesalahan teknis, jadi dimohon untuk menunggu kira
kira sekitar 5 menit agar pesawat dapat
berjalan kembali,” kata salah seorang pramugari menjelaskan.
“kenapa
ni pesawatnya pa ? rusak kah ya ??,” katanya bertanya lagi.
“nda
tau mungkin iya,” jawab bapanya.
Rima
dan orang orang yang berada di pesawat menunggu sesuai dengan anjuran
pramugari. Namun udara di dalam sangat panas, karena ac pesawat sedang mati
sehingga baik orang dewasa maupun anak kecil merasa gelisah dengan keadaan itu.
Sambil
menunggu, perasaannya mulai tidak enak. Rima mulai mengingat kembali peristiwa
2 tahun lalu itu. Peristiwa yang menyebabkan pesawat jatuh ke tengah hutan dan
merenggut nyawa mamanya. Bekas luka yang masih tersimpan yang membuatnya tidak
bisa melupakan kejadian tragis tersebut. Keringat dinginnya mulai keluar tidak
menentu. Bapanya yang melihat perubahan raut wajahnya itu seperti mengerti apa
yang Rima rasakan, namun bapanya menyuruh Rima untuk tenang. Dan meyakinkan
kepadanya bahwa ini hanya kerusakan kecil.
Setelah
menunggu ternyata waktu yang diperkirakan lebih dari itu. Para penumpang telah menunggu sekitar 10 menit lebih. “ini
kok lama amat sih pa. Katanya 10 menit,” Tanya Rima kembali. “Tunggu bentar,
mungkin masih di perbaiki,” kata bapanya menjawab.
Udara
di dalam pesawat tambah panas. Dan anak anak bayi yang akan mengikuti
penerbangan tersebut mulai menangis kepanasan. Sehingga menambah pengap suasana.
Beberapa
menit kemudian pramugari datang untuk memberikan info selanjutnya “dimohon
untuk kepada para penumpang yang terhormat, menunggu kira kira 10 menit lagi
karena blablabla” Rima tidak mempedulikan lagi suara itu, karena pikirannya
sudah mumet menyatu dengan udara panas di dalam pesawat yang dia naiki itu. Menunggu
dan terus menunggu namun tidak ada tanda tanda bahwa pesawat akan segera
berangkat. Akhirnya Rima hanya bisa terduduk dengan lesu di kursi pesawat itu.
Tidak
lama kemudian salah satu awak pesawat datang dan memberi informasi selanjutnya “penumpang
yang kami hormati karena pesawat sedang bermasalah, jadi kami dari maskapai
penerbangan memohon maaf dan mempersilahkan dengan hormat untuk menunggu di
ruang tunggu. Terima kasih”. Dalam hatinya Rima berkata “apaaaa ??? sudah
keringatan, kepanasan dan menunggu sejak lama, kenapa baru sekarang di suruh
kembali.” Akhirnya Rima dan bapaknya
serta penumpang penumpang lainnya kembali turun dari pesawat dan menunggu di
ruang tunggu bandara.
Penerbangan
yang harusnya sudah pergi dari jam 7 tadi pagi harus tertunda sampai pukul 9.
Rima kembali termenung memperhatikan pesawat yang lalu lalang beterbangan dan
nda tau kemana arah dan tujuannya. Sambil berpikir, kapan waktu ku terbang karena
sekarang sudah menunjukkan pukul 10 pagi.
“kok
nda pergi pergi sih pa,” Tanya rima lagi.
bapaknya
menjawab dengan acuhnya “nda tau nih”.
Hingga
pada akhirnya sirine *mcm ambulan. Maksutnya pengeras suara di bandara
berdenting lagi. “penerbangan dengan nomor (lupa) tujuan tarakan segera
memasuki pesawat” . “akhirnya,” kata rima.
Rima
pun segera menenteng bawaannya dan segera masuk ke pesawat. Disini lah rasa deg
degan itu muncul . Pikirannya mulai bertanya tanya. Apakah ini pesawat yang tadi rusak ? kalau iya, bearti akan
membahayakan penumpangnya dong. Rima pun mulai merasa ketakutan, namun mencoba
untuk menyembunyikan dari bapanya karena tidak mau membuat bapanya cemas.
Di
dalam pesawat Rima kembali melakukan ritual - ritual seperti tadi. Memasukkan barang
di box, duduk di kursi semula dan memasang kembali safety belt. Setelah semua
siap Rima kembali duduk dengan gelisah di kursi pesawat itu sambil melirik
lirik ke orang orang yang ada di sekitar nya. Muka mereka seperti mengatakan
sesuatu bahwa mereka lelah karena sampai saat ini belum terbang juga.
Setelah
semua siap pramugari kembali menerangkan cara menyelamatkan diri saat dalam
bahaya. Pesawat pun sudah mulai mundur dari posisi semula. Namun kenapa pesawat
terasa maju kembali. Ternyata memang benar. Roda roda pesawat yang baru
berputar sekian meter kembali keposisi semula. Setelah keadaan hening sejenak,
ternyata pesawat mengalami masalah lagi dan dilarang untuk terbang. “aduh
kenapa lagi sih nih,” tanyanya dalam hati.
Tidak
lama kemudian suara suara pramugari merdu tadi kembali berdenting “penumpang
yang kami hormati, pesawat dengan tujuan tarakan tidak dapat terbang untuk
sementara. Jadi dipersilahkan dengan hormat untuk kembali keruang tunggu
bandara”.
“whats
turun lagi ?? yang benar aja”. Pinggang serasa sudah mau patah, masih juga
disuruh olahraga naik turun pesawat. Lalu bapaku berkata “mending tadi nda usah
naik dulu. Bikin cape aja nih”.
Perasaan
Rima semakin gelisah. Dan meminta bapanya untuk membatalkan penerbangan ini.
“pa, naik kapal laut aja lah yuk. Rima takut,” Kataku. “sudah lah nak, ini
tidak apa - apa kok. Berdoa aja semoga kita semua selamat”.
Akhirnya
semua penumpang turun termasuk Rima untuk kesekian kalinya dengan muka lesu,
lunglai dan letih. Sambil berdecak kesal namun hanya terlontar dalam mulut hati
mereka masing masing. Kecuali anak kecil yang duduk di belakangku yang masih
muda belia dan belum mengerti akan kekacauan ini. Dia dengan langkah
semangatnya berjalan riang ke ruang tunggu. “horee bisa liat pesawat lagi,” katanya
riang.
Di
ruang tunggu Rima kembali mulai bingung memilih tempat, karena tempat yang ia
dudukin semula telah di ambil oleh orang. “duduk dimana kita ni pa,” katanya
bertanya. “disitu aja lah, ada tempat kosong tu dikit. Lumayan”. Akhirnya Rima duduk
di sebuah kursi bersebelahan dengan bapak bapak yang berpenampilan cukup rapi
dengan kumis tipisnya.
Jarum
jam bandara telah menunjukkan pukul 12 siang. Namun tanda tanda keberangkatan
belum juga ada. Padahal dari tadi pesawat dengan tujuan Kalimantan sudah banyak
yang pergi. “pa, kapan sih kita berangkat. Kok lama banget,” Tanyanya. “Pesawatnya
masih gangguan, tunggu aja,” Jawab bapanya. “huh lamanya,” Rima mengeluh.
Keberangkatan
kali ini jelas molor banget dari jadwal. Kalau tau begini, bagus berangkatnya
pagi aja. Nda pakai tengah malam sudah kabur dari rumah.
Semakin
siang perut Rima semakin meronta ronta minta makan, namun dari maskapai
penerbangan belum menyediakan makan untuk makan siang kali ini. akhirnya salah
satu dari penumpang pesawat yang tujuannya sama dengannya memperotes ke maskapai
dan akhirnya berbunyilah pengeras suara di pesawat itu.
“perhatian. Penumpang dengan tujuan Tarakan
segera mengambil makan siang di sebelah meja. .. . .”. Rima segela berlari
tanpa memperdulikan suara itu lagi. Segera di ambilnya makanan itu, Namun setelah
di buka, yang di temui hanya mie yang sudah ngembang. Dalam hati “ woy mba, mas,
perutku sudah keriting kenapa anda tega memberikan ku mie yang sudah keriting
dan tidak berdaya ini,” keluhnya.
Dengan
terpaksa ditelannya mie yang sudah dibagikan tadi, supaya cacing cacing diperutnya
tidak mengomel lagi. Tiba tiba dikejauhan seorang penumpang kembali mengajukan
protesnya lagi. “mbak ini sudah jam makan siang, kenapa masih dikasi mie. Tadi
juga mie. Kenapa sekarang mie lagi,” kata penumpang itu protes. “Oh maaf pak.
Bentar diusahakan kami tukar,” tukas perempuan itu dengan kelihatan agak panik.
“Iya cepat ya mba,” kata penumpang itu tidak sabar.
Tidak
lama kemudian petugas menyuruh para penumpang yang sudah mengambil makan siang,
di mohon untuk menukarkan kembali ketempat tadi. Rima pun bersemangat mengambil
makanan yang akan di berikan selanjutnya. Setelah mengambilnya Rima duduk
kembali di tempat duduknya. Begitu semangat ia membuka tempat makannya dan
terlihat ada nasi goreng terletak di tempat itu. Cepat cepat ia melahapnya namun
sungguh menyebalkan nasi goreng itu tidak berasa sedikitpun. Hanya hambar yang
terasa. Akirnya ia memutuskan untuk tidak makan.
“astagfirullah,
makanan apa ini,” keluhnya lagi.
Waktu
demi waktu berlalu, dan penerbangan demi penerbangan mulai pergi mendahuluinya.
Mau tidur namun mata dan keadaan sekitar tidak dapat di ajak kompromi. Akhirnya
yang bisa Rima lakukan hanya mondar mandir di airport tersebut.
Waktu
telah menunjukkan pukul 4 sore. Sungguh sangat sangat telat dari jam yang telah
ditetapkan sebelumnya. Para penumpang telah bertanya kepada pihak maskapai
penerbangan namun jawabannya hanya sebentar dan sebentar lagi. Cape letih semua
telah berada di tubuhnya. Perjalanan dengan pesawat yang harusnya bisa membuat
santai, malah ruet seperti ini.
Hingga
protes kembali diterbangkan oleh salah seorang penumpang yang sudah tidak sabar
menunggu jadwal penerbangan.
“
mba kapan kami diberangkatkan. Dari pagi kami sudah menunggu nih. Kasi
kepastian mba. Bisa berangka nda hari ini,” kata seorang penumpang.
“Sabar
ya pak, bentar saya tanyakan lagi ke maskapai penerbangannya.”
“iya
cepat. Jangan sebentar sebentar aja terus,” Kata salah seorang penumpang yang
sudah tidak sabaran ini.
Akhirnya
tepat pukul 6 sore kami diterbangkan dengan tujuan Balikpapan. Sungguh malang
nasib penumpang saat itu. Yang harusnya terbang jam 6 pagi malah jadi terbang
jam 6 sore. Yang harusnya terbang saat matahari terbit, tapi malah terbalik,
sekarang terbang saat matahari mulai bersembunyi kembali di ufuk barat.
Para
penumpang termasuk Rima berjalan gontai menaiki tangga pesawat. Timbullah pertanyaan
di benak kami. “kok spertinya ini pesawat yang tadi”. Bapakku pun bertanya ke
salah satu pramugari “mba ini pesawat yang tadi” kata bapaku. Dengan santai
pramugari cantik itu menjawab,“ iya pak. Ini pesawat yang tadi. Maaf lama
karena tadi masih dalam masa perbaikan”. “hah ??” (bapaku melotot) dan langsung
mengucapkan beribu mantra agar selamat ketika berada di atas langit nanti.
“nah
kan pa, mending dibatalin aja lah sudah. Rima nda mau kejadian itu terjadi lagi
pa”. Rima mulai menangis ketika berbicara seperti itu. “bapak juga takut, tapi
sudah lah. Kita ikutin aja perjalanan ini, berdoa semoga kita selamat. Amin”.
Pesawat
pun mulai bergerak seperti tadi dan tidak ada tanda tanda akan mundur seperti
sebelumnya. Keringat dinginnya kembali bercucuran dengan derasnya seiring
dengan bergeraknya pesawat ke posisi untuk take off. Dan mulai lah dia terbang.
“wusssh”. Pesawat mulai meluncur di lapangan bandara Juanda Surabaya dan
melayang di atas langit nan luas itu. Rima dan bapanya yang ketakutan hanya
diam sambil menunggu pendaratan tiba.
Ketika
pesawat telah terbang sekitar 15 menit, tiba tiba Rima mengalami sakit di dada
yang begitu nyeri.
“pa,
dadaku sakit banget,” Katanya mengeluh.
“ha
?? kenapa nak,” Tanya bapanya cemas.
“nda
tau pa, sakit banget,”jawab rima sambil menahan sakit.
Disitu
keringat dingin Rima mulai keluar dengan derasnya. Badannya terasa dingin dan
mukanya kelihatan sangat pucat. Bapanya pun meminta bantuan kepada pramugari
yang ada dipesawat tersebut. Namun karena masih di atas pesawat, tidak banyak
yang bisa dilakukan. Penumpang – penumpang di pesawat itu, mulai terlihat
bingung. Bapak Rima yang dari tadi memangku Rima mulai gugup dan panik.
“rima . . rima . .
kamu kenapa,” kata bapaknya bertanya.
Di
situ Rima mulai susah untuk mengeluarkan kata kata. Mulutnya terasa susah untuk
dibuka. Rima hanya menangis menahan sakit yang tiba tiba menyerang tubuhnya. Di
sakitnya itu Rima hanya bisa berdoa dalam hati. “Tuhan, kalau aku harus kembali
saat ini, pertemukan aku dengan mamaku yang juga meninggal dalam kendaraan ini
tuhan. Juga jaga bapaku tuhan. Amin”.
Setelah
mengucapkan doa tersebut, Rima semakin sulit untuk bernafas, bantuan pernafasan
telah diberikan namun serasa tidak mengalir ke rongga rongga pernafasannya.
Perjalanan masih cukup lama, dan tidak mungkin mendarat di saat seperti ini.
Akhirnya
kata kata terakhir terucap dari mulut Rima. “paahh, jaa. .gaa . dii . ri pap
..a ba. .ik .. b..a..ii..k yya.. ..aa,”. Dipenglihatan Rima yang tersisa sekian
senti, ia dapat melihat bapaknya menangis. Setelah berusaha kuat untuk mengucap
kata tersebut dan syahadat sebagai salam perpisahan, Rima pun menutup matanya
untuk selamanya.
Air
mata mengalir dari bapanya termasuk dari penumpang dan pramugari pramugari yang
ada di pesawat tersebut. Bapanya tidak bisa menahan kesedihan dan berteriak
berteriak tanda tidak percaya. Namun orang disekitarnya mencoba menenangkan.
Karena sebentar lagi pesawat akan mendarat.
Setelah
mendarat dengan baik, jenazah Rima langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat
untuk di otopsi. Bapanya yang tidak siap menerima keadaan, siup di teras
bandara. Akhirnya Rima dan bapanya sama sama dilarikan ke rumah sakit.
Rima
pun diperiksa untuk mencari penyebab kematiannya. Ternyata setelah diperiksa
cukup lama, diketahui bahwa Rima
mengalami kelelahan yang berlebih dan ada penyumbatan di saluran pernafasannya.
***
Jenazah
Rima digotong kepengistirahatan terakhir dengan diikuti sosok bapanya yang
masih tidak percaya. “rimaaaa . . .rimaaa . .. jangan tinggalin bapakk,” kata
bapanya berteriak dalam tangis. Jenazah yang terdiam kaku di dasar tanah hanya
menatap kosong ke alam yang selanjutnya akan di datanginya tanpa seperti tidak
memperdulikan lagi suara orang – orang yang tidak ikhlas menerima kepergiannya.
Setelah dilepas dengan iringan tangis haru dan doa untuk mengantar
kepergiannya, orang orang yang mengantarkan jenazah pun pulang. Bapanya yang
masih bersedih bersikeras untuk tidak pulang dan terus menangis di depan
kuburan Rima. Ditengah tangisnya itu suatu kalimat terluncur dari lidahnya “TUHAN
CABUT NYAWAKU SEKARANG, AKU MAU MENEMANI ANAK DAN ISTRIKU,”. dia pun kembali
menangis lagi. Bapanya sangat menyesal karena tidak menuruti kemauan Rima yang
ingin membatalkan penerbangan saat itu.
Sejak
kejadian itulah bapanya tidak pernah mau dan berjanji tidak akan pernah bepergian
dengan menggunakan pesawat. Karena pesawat sudah di anggapnya sebagai
malapetaka bagi keluarganya.
------- THE END -------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar